Rabu, 15 Desember 2010

Stomatitis apthous rekuren (SAR)

Stomatitis apthous rekuren (SAR) merupakan lesi oral yang paling sering terjadi dan menyerang 10%-25% dari keseluruhan populasi manusia, namun banyak diantaranya yang bersifat ringan dengan keluhan yang minimal. Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa sebenarnya SAR merupakan sebuah penyakit yang tidak berdiri sendiri, namun merupakan gambaran manifestasi klinis dari penyakit lainnya. Gangguan pada sistem imunologi, hematologi, psikologi, dan alergi merupakan hal yang erat kaitannya dengan lesi ini.

Etiologi SAR sejauh ini belum diketahui secara pasti, namu ada beberapa faktor predisposisi yang dapat memicu terjadinya SAR diantaranya adalah:

1. Faktor genetik

Beberapa kasus yang terjadi ternyata menunjukkan adanya hubungan riwayat keluarga. Namun faktor genetik merupakan faktor predisposisi yang sangat sedikit dan bersifat minoritas.

2. Trauma

Pada beberapa pasien, trauma selalu mengawali terjadinya ulserasi pada rongga mulut. Trauma yang paling sering terjadi adalah trauma akibat gesekan sikat gigi. Lemahnya kondisi seseorang menyebabkan trauma yang kecil dapat menyebabkan terjadinya ulserasi pada mukosa rongga mulut.

3. Infeksi

Infeksi juga dikategorikan sebagai faktor predisposisi yang lemah, karena tidak ada bukti kuat yang mengatakan bahwa ulserasi pada RAS disebabkan oleh mikrobakteri tertentu.

4. Gangguan pada sistem imun

Penyakit autoimun sudah banyak dijadikan alasan utama terjadinya suatu penyakit yang belum diketahu penyebabnya. Secara umum, keadaan imunologi yang terganggu dapat menyebabkan rusaknya sistem antibody seseorang sehingga dapat mempermudah proses kerusakan pada tubuh sendiri.

5. Gangguan pada sistem pencernaan

Ulserasi pada rongga mulut sering dihubungkan dengan adanya ulserasi pada usus. Ini lebih disebabkan karena terdinya defisiensi vit B12 sebagai akibat terganggunya penyerapan makanan didalam sistem gastrointestinal.

6. Gangguan hematologi

Kekurangan vit B12, asam folat, dan Fe telah terbukti berhubungan dengan pada sekitar 20% penderita SAR. Keadaan ini cenderung terjadipada penderita pada usia pertengahan atau lanjut usia.

7. Gangguan sekresi hormon

Pada beberapa wanita, insidensi SAR meningkat saat sedang berada dalam masa menstruasi.

8. Stres.

Beberapa penelitian telah mengemukakan bahwa insidensi SAR meningkat seiring dengan tingkat stres seseorang, namun ada juga penelitian lain yang mengatakan bahwa stres tidak berhubungan secara langsung dengan insidensi SAR.

Secara klinis, SAR merupakan lesi yang self limitting, sangat sakit, mudah terjadi rekuren, biasanya terjadi pada mukosa oral yang tidak berkeratin (selain palatum dan gusi cekat). Lesi ini memiliki dasar yang berwarna kekuningan dengan batas halo yang eritem. Lesi ini biasanya diawali dengan gejala prodormal seperti rasa terbakar atau panas pada 2-48 jam sebelum ulsernya muncul. Pada fase inisial, terbentuk area eritem yang terlokalisir, lalu dalam hitungan jam, muncul papula kecil berwarna putih, yang berulserasi, dan secara berkala bertambah besar mulai dari 48-72 jam kemudian. Bentuknya relatif bulat atau lonjong, simetris, dan dangkal. Biasanya muncul lebih dari satu lesi, namun jumlah, ukuran dan frekuensinya sangat bervariasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar